Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan klasik yang hampir selalu menjadi fokus pembangunan sepanjang waktu. Kemiskinan menurut konsep Chambers adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1. Kemiskinan (proper), 2. Ketidakberdayaan (powerless), 3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4. Ketergantungan (dependence), dan 5. Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Sumodiningrat mengklasifikasikan kemiskinan sekurangkurangnya dalam lima kelas, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, kemiskinan kronis dan kemiskinan sementara. Kemiskinan Absolut, diartikan apabila tingkat pendapatan seseorang di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kemiskinan Relatif, adalah bila seseorang yang mempunyai penghasilan di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan Kultural, mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Kemiskinan Kronis, disebabkan oleh beberapa hal seperti kondisi sosial budaya, keterbatasan sumber daya dan keterisoliran, rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. Kemiskinan Sementara, terjadi akibat adanya krisis ekonomi, musiman, bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan Di Jawa Tengah, angka kemiskinan berdasarkan data BPS selama beberapa tahun berada di atas angka nasional. Pada tahun 2011 (Maret) angka kemiskinan Jawa Tengah sebesar 15,72 persen, sementara angka nasional sebesar 12,49 persen. Pada tahun 2021 (Maret) angka kemiskinan Jawa Tengah sebesar 10,14 sementara angka nasional sebesar 11,79. Adapun berdasarkan jumlah penduduk miskin, terhitung jumlah penduduk miskin Jawa Tengah sebesar 3,83 juta jiwa, sementara jumlah di tingkat nasional sebesar 26,16 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut kontribusi jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah terhadap jumlah penduduk miskin nasional sebesar 14,64 persen. Secara kumulatif jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah merupakan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Upaya penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah tertuang dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah nomor 60 Tahun 2019 tentang Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019 – 2023 dijelaskan bahwa strategi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah terdiri dari:
1) Penyediaan basic life access untuk penduduk miskin perkotaan dan perdesaan;
2) Penguatan sustainable livelihood dalam kerangka mengurangi pengangguran dan menjaga kelompok rentan dari kehilangan pekerjaan;
3) Peningkatan ketersediaan dan kecukupan pangan; serta
4) Penguatan tata kelola dan koordinasi kelembagaan penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan yang disalurkan melalui berbagai OPD di Provinsi Jawa Tengah. Program-program tersebut antara lain KJS, Jamkesda, RTLH, BSM, boarding school, start up, Kartu Tani, Kartu Nelayan, kredit usaha bunga rendah, dan pendampingan 1 OPD 1 Desa. Di sisi lain masih ada pertanyaan mengenai efektifitas dan efisiensi program-program penanggulangan kemiskinan tersebut. Pada tahun 2023 kebijakan tersebut akan berakhir, dan diperlukan penyusunan kebijakan baru dalam Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk Peiode 2024-2026. Berkaitan dengan masih tingginya angka kemiskinan di Jawa Tengah, meskipun strategi penanggulangan kemiskinan daerah telah disusun dan beberapa program/kegiatan dijalankan, serta hasil penelitian terdahulu maka dibutuhkan kajian lanjutan dalam rangka memperolah gambaran yang lebih baik tentang skema terbaik yang dibutuhkan di Jawa Tengah. Masalah pokok yang perlu dijawab adalah bagaimana memperoleh gambaran kemiskinan yang lebih komprehensif, agar program-program penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah tersebut lebih efektif. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk menjawab pertanyaan khusus yakni bagaimana analisis terhadap kondisi kemiskinan secara komprehensif, termasuk menggali akar maslaah kemiskinan di masing-masing daerah, serta kebutuhan program penanggulangan kemiskinan yang diperlukan. Guna menjawab tersebut, Bappeda Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan FGD Rabu (12/10/2022) bertempat di Gedung Riptaloka Setda Kabupaten Grobogan dengan peserta eks karisedenan pati dan eks karisidenan Surakarta dalam rangka penelitian “Pemetaan Akar Permasalahan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Tengah”. Berkaitan dengan hal tersebut, FGD ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi dan karakteristik kemiskinan di daerah masing-masing?
2. Apa saja faktor penyebab atau akar permasalahan kemiskinan di daerah masing -masing?
3. Bagaimana strategi dan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan yang diperlukan di daerah masing-masing?