Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Print

klhss

Dalam dua dekade terakhir kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan di Indonesia boleh dikatakan telah berlangsung dalam kecepatan yang melampaui kemampuan untuk mencegah dan mengendalikan degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Laporan-laporan resmi dari berbagai instansi pemerintah di pusat dan daerah, hasil-hasil penelitian dan kajian yang diterbitkan oleh perguruan tinggi, konsultan dan lembaga swadaya masyarakat baik, di tingkat nasional maupun internasional, memaparkan tentang hal ini.

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Dari faktor demografis, etika, sosial, ekonomi, budaya, hingga faktor institusi dan politik. Dari beberapa faktor di atas aspek institusi atau kelembagaan merupakan faktor yang sangat startegis. Faktor kelembagaan yang dimaksud adalah Kebijakan, Rencana atau Program (KRP) yang selama ini, Pertama, cenderung bias ekonomi. Lingkungan hidup cenderung diposisikan sebagai penyedia sumber daya alam ketimbang sebagai yang mempunyai batas-batas daya dukung tertentu. Kedua, portofolio KRP pengendalian kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan yang diluncurkan pemerintah (KLH di pusat, atau Bapedalda Provinsi/Kabupaten/Kota) yang cenderung “terlepas” atau “terpisah” dari KRP pembangunan wilayah dan sektor, tidak menyatu (embeded) atau tidak terintegrasi. Atau dengan kata lain, pertimbangan lingkungan tidak diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan pada tahap formulasi kebijakan, rencana, dan program-program pembangunan.


Salah satu jalan keluar yang dipandang efektif untuk mengatasi masalah dimaksud adalah perlunya suatu tindakan strategik yang dapat menuntun, mengarahkan dan menjamin lahirnya kebijakan, rencana dan programprogram yang secara inheren mempertimbangkan efek negatif terhadap lingkungan dan menjamin keberlanjutan. Tindakan strategik dimaksud adalah institusi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA). Di Eropa semenjak diterbitkannya EU Directive 2001/42/ EC (atau yang umum disebut sebagai SEA Directive) pada tahun 2001 silam, setiap negara anggota Uni Eropa diwajibkan melakukan KLHS terhadap rencana dan program. Di Asia, dari Workshop AMDAL se Asia yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei – 2 Juni 2007 di Hanoi, diketahui bahwa hanya sebagian kecil negara di Asia yang tidak mengaplikasikan atau belum memiliki pilot project KLHS. Bahkan di Vietnam dan China KLHS berstatus wajib dan telah dilembagakan dalam peraturan perundang-undangan.

Membandingkan aplikasi KLHS di banyak negara Eropa, Asia, berbagai negara lain maka tiba waktunya bagi pemerintah untuk mulai mengembangkan aplikasi KLHS di Indonesia dengan mempertimbangkan kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota, serta mempertimbangkan karakter kebijakan, rencana dan program pembangunan di Indonesia.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 15 ayat 1 Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana maupun program, oleh karenanya KLHS digunakan untuk dan/atau program yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Dimana KLHS dilaksanakan pada saat penyusunan suatu KRP atau setelah KRP ditetapkan.

Adapun yang wajib membuat KLHS yaitu pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan/evaluasi :

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi dan kabupaten/kota; dan Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup

Kajian tentang KLHS antara lain:


KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:


Keberadaan KLHS bukan dimaksud untuk memperpanjang alur birokrasi dan menghambat pembangunan, namun untuk memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan perlu terintegrasikan dalam pengambilan keputusan melalui informasi yang lebih komprehensif tentang lingkungan hidup. Hal ini tercermin diperhatikannya tiga pilar pembangunan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga harus melibatkan lintas sektoral dan pengambil kebijakan dalam proses penyusunannya. Selain itu adanya pelibatan masyarakat dalam penyusunannya diharapkan menjadikan KLHS menjadi “representatif” bagi setiap pemangku kepentingan.

 

{fcomment}